Connect with us

News

IPW Maluku Sebut Regulasi Izin Operasi Kapal Sulitkan Nelayan

AMBON – Independent Public Watch (IPW) Maluku mengakui perubahan regulasi terkait uzin operasi kapal sangat menyulitkan nelayan di Provinsi Maluku. Bagaimana tidak, regulasi yang sebelumnya berada di bawah kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota telah dialihkan ke Pemerintah Provinsi.

Saat ini aturan operasi kapal 5 GT sampai 10 GT sudah melalui Pemerintah Provinsi, dan hal itu sangat membebani para nelayan karena semua nelayan diharuskan mengurus izin ke Provinsi dan itu membutuhkan biaya yang cukup besar.

“Perlu dipertimbangkan regulasi terkait perizinan yang sebelumnya menjadi kewenangan Kabupaten untuk dikembalikan ke Kabupaten, terutama di Maluku yang jika pengurusan di tingkat provinsi biaya transportasi yang dikeluarkan tidak sedikit, padahal pendapatan nelayan tidak tentu terutama di musim tertentu,” kata Direktur IPW Sawal M.Pd saat menggelar reses bersama Anggota DPD-RI Anna Latuconsina via zoom.

Menurut Sawal, kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah saat ini sangat memberatkan nelayan. Apalagi, saat ini kebijakan Pemerintah terkait perizinan melalui satu pintu dengan menggunakan aplikasi OSS sangat berat. Karena hampir sebagian besar nelayan tidak tau mengoperasikan aplikasi di hanspone android.

“Tidak semua nelayan mampu menggunkan aplikasi karena tingkat pendidikan yang rendah,” ujarnya.

“Ada pengusaha jaring bobo yang baru selesai mengurus perizinan menghabisakan anggaran hingga puluhan juta (Rp40 Juta ),” beber Sawal.

Olehnya itu, persyaratan perizinan harus disosialisasikan ke nelayan sehingga mempermudah mereka dalam pengurusan izin ke depan.

Nelayan di Malteng Masih Terkendala Akses BBM

Hampir sebagian besar nelayan di wilayah Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) mengaku sulit mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk melaut. Hal ini lantaran BBM subsidi oleh Pemerintah kepada nelayan dimanfaatkan oleh para pengusaha minyak.

“Nelayan di wilayah pesisir Seram Selatan melakukan kegiatan nelayan dengan kapal tangkap, pancing ikan (tuna) dan ikan pelagis. Nelayan pelagis itu untuk kebutuhan sehari-hari, sememtara nelayan pancing tuna terkendala akses BBM,” ucap Sawal.

“Program Pemerintah subidi minyak namun dimnfaatkan oleh pengusaha besar sementara nelayan tidak mendapatkan suplai BBM,” sambungnya.

Lebih parah lagi, bantuan-bantuan Pemerintah untuk nelayan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, hingga masyarakat harus memberikan uang muka untuk mendapatkan bantuan.

“Bantuan Pemerintah tidak tepat sasaran, bahkan ada masyarakat yang menyetor uang muka untuk mendapatkan bantuan. Nelayan sulit mendapatkan BBM bersubsidi,” akui Sawal

Selain itu, Kabupaten Malteng hingga kini belum ada tempat pelelangan ikan untuk nelayan, hingga tengkulak ikan begitu bebas memainkan harga. Tak hanya itu, pelabuhan perikanan pun belum dimiliki oleh Kabupaten tertua di Provinsi Maluki ini.

“Tidak ada tempat pelelangan ikan untuk nelayan. Tidak ada selisih harga ikan dan nelayan menjual ikan dengan harga yang kecil kepada tengkulak karena harga tidak stabil. Maluku Tengah adalah Kabupaten tertua, namun tidak memiliki pelabuhan yang disinggahi kapal besar seperti Pelni,” jelas Sawal.

Menanggapi masalah tersebut, Anggota DPD-RI Anna Latuconsina mengatakan, dirinya akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Keenterian terkait atas masalah yang dihadapi oleh nelayan di Kabupaten Malteng, sebagaimana yang dijelaskan oleh IPW Maluku.

“Aspirasi ini akan diusulkan untuk ditindak lanjuti dengan Kementrian terkait sesuai dengan tingkat penyelesaiannya, mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah pusat dengan mempertimbangkan kondisi dan peraturan yang ada,” kata Anna kepada pengurus IPW Maluku. (***)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News