Connect with us

News

Komite II DPD RI Rapat Dengar Pendapat terkait RUU Konservasi SDA Hayati dan Ekosistem

JAKARTA – 30 Agustus 2022, Komite II DPD RI mengadakan rapat dengar pendapat di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B DPD RI. Rapat dengar pendapat ini berkaitan dengan pandangan RUU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE). Dalam agenda ini, Anna Latuconsina selaku Anggota Komite II DPD RI turut hadir. Selain itu, hadir juga Ir. Samedi, Ph. D. selaku Direktur TFCA-Sumatra Yayasan Kehati, Zein Suhadi selaku Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Dr. Ir. Nyoto Santoso, M.S. sebagai Ketua Dept. Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata IPB, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Nur Hygiawati rahayu sebagai Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air.

Suasana Rapat Dengar Pendapat di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B DPD RI (30 Agustus 2022).

Dirjen PRL KKP dalam dengar pendapat menjelaskan bahwa RUU KSDAE perlu direvisi karena berkaitan dengan beberapa poin penting, yakni: perluasan lingkup pengaturan; penegasan distribusi tanggung jawab dan penyelesaian tumpang tindih kewenangan antar-kementerian dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan konservasi; penguatan sistem pendataan dan informasi keanekaragaman hayati; penguatan peran masyarakat; diverifikasi pendanaan konservasi; potensi sengketa; serta penguatan aspek penegakan hukum dan sanksi.

Anna Latuconsina dalam Rapat Dengar Pendapat.

Menurut Dirjen PRL KKP, UU hasil revisi terkait KSDAE nantinya harus menjadi payung hukum untuk konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya di Indonesia. Nur Hygiawati Rahayu juga menjelaskan tentang kondisi sumber daya hayati dan ekosistem yang menurutnya ada kerusakan yang tidak dapat dipulihkan sepenuhnya, termasuk dalam kawasan konservasi, seperti kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan konservasi; konflik antara manusia dan sumber daya alam hayati; manusia memasuki atau mengubah habitat satwa liar; dan habitat yang ditetapkan tidak sesuai dengan kebutuhan satwa liar. Tidak hanya itu, menurut penjelasan Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air ini, pemanfaatan sumber daya alam hayati juga belum optimal secara berkelanjutan.

Berkaitan dengan keterlibatan masyarakat, Anna Latuconsina, Anggota DPD RI Dapil Provinasi Maluku, menjelaskan tentang kearifan lokal di Maluku, yakni sasi adat. Sasi adat adalah bentuk larangan kepada siapa pun untuk tidak mengambil hasil panen di suatu kawasan. Tujuannya adalah untuk menjaga hasil panen yang akan dinikmati masyarakat pada waktunya. Menurut Anna, sasi adat adalah regulasi turun temurun dalam masyarakat Maluku. “Jadi, orang tidak boleh masuk di situ (lahan pertanian orang), tidak boleh memetik apa pun, yang menjaga adalah masyarakat adat itu sendiri yang disebut kewang,” kata Anna.

Dalam dengar pendapat ini, Anna juga mengatakan bahwa bentuk kearifan lokal seperti sasi adat sangat baik untuk menjaga lingkungan. Sehingga, ia menyarankan agar sebaiknya kearifan lokal seperti ini masuk ke dalam peraturan pemerintah ataupun undang-undang. “(Tujuannya) untuk melindungi kearifan lokal ataupun aturan-aturan adat yang justru melindungi kawasan itu sendiri,” ujar Anna. [Fara]

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News