Connect with us

News

Karhutla Makin Meluas, Latuconsina: Maluku Memerlukan Peralatan yang Memadai

Jakarta – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda beberapa wilayah di Indonesia sejak dua bulan kemarin, perlu dilihat secara merata. Pasalnya, beberapa daerah yang terjadi Karhutla tidak dapat perhatian dari Pemerintah Pusat.

Seperti yang terjadi di Indonesia bagian Timur, baik di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) maupun Provinsi Maluku. Terkhusus untuk Maluku, terdapat tiga Kabupaten yang dilanda Karhutla, yakni Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dan Kabupaten Buru.

Parahnya, Karhutla di tiga wilayah ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk ditindak lanjuti, baik dari penanganannya hingga langkah antisipasi terjadi Karhutla ke depan.

Anggota DPD-RI Dapil Maluku Anna Latuconsina mengatakan, lambannya penanganan Karhutla di Maluku tidak terlepas dari kurangnya peralatan yang memadai. Padahal, lokasi terjadinya Karhutla di Maluku adalah hutan lindung yang sudah ditetapkan sebagai paru-paru bumi.

“Yang jadi masalah di Maluku itu terjadi kebakaran hutan, karena kita tidak memiliki peralatan yang memadai untuk menghentikan kebakaran itu. Padahal hutan di Manusela (Malteng) itu paru-paru dunia yang harus di jaga dan itu masuk dalam hutan lindung,” kata Anna kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (18/10).

Selain itu, kata Latuconsina, masalah Karhutla di Maluku harus menjadi perhatian serius Pemerintah Pusat. “Jadi kalau kebakaran itu tidak diatasi secara cepat, dan setiap tahun ada kebakaran terus, otomatis kualitas dari hutan itu yang diharapkan akan menjadi pengimbang ekosistem otomatis akan berkurang dan akan punah,” ujarnya.

Oleh sebab itu, peralatan pemadaman Karhutla sangat dibutuhkan di kawasan Maluku. “Maluku juga memerlukan peralatan yang memadai untuk melakukan pemadaman terhadap Karhutla,” jelasnya.

Dijelaskan politisi perempuan asal Maluku ini, terjadinya Karhutla di Maluku tidak terlepas dari perlakuan Pemerintah terhadap masyarakat di kawasan hutan Manusela. Masyarakat yang sudah beratus tahun tinggal di areal hutan Manusela tidak dibolehkan melakukan aktifitas bertani, karena kawasan hutan Manusela masuk dalam hutan lindung.

“Sebenarnya yang ada hubungan dengan hutan itu sendiri masyarakat disekitaran hutan Manusela yang dilarang untuk dimanfaatkan secara ekonomi, karena sudah masuk dalam hutan lindung. Padahal masyarakat juga butuh lokasi untuk bercocok tanam, seperti Sawai dan Salemang. Akibat larangan itu, masyarakat mengambil jalan pintas yaitu membakar hutan,” ucapnya.

“Dan wilayah huran lindung itu berbatasan langsung dengan dua desa itu, bahkan ada sebagian yang sudah masuk di dalam desa. Hutan itu memang harus dipelihara, tapi masyarakat juga harus diberi ruang untuk dipergunakan buat kepentingan mereka (bertani-red), terkhusus disekitaran dua desa itu,” tutup Latuconsina. (***)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News