Connect with us

News

Peluang Pariwisata Halal, Anna Latuconsina: Pemerintah Perlu Membuat Regulasi Khusus

MALUKU – Wacana pariwisata halal di Indonesia belum lama ini menjadi perbincangan pelaku-pelaku pariwisata di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang turut membahasnya adalah Provinsi Maluku. Pada 27 Oktober lalu, Sharia Fair 2022 diselenggarakan di IAIN Ambon dengan tema “Pariwisata Halal Berbasis Kearifan Lokal”. Acara yang merupakan salah satu rangkaian Musyawarah Regional Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam ini mengundang Anggota DPD RI, Dapil Provinsi Maluku, Anna Latuconsina dan Rahma Artika Salampessy sebagai perwakilan dari Kantor Bursa Efek Indonesia Provinsi Maluku.

Anna Latuconsina dalam dialog publik ini berfokus pada regulasi dan potensi pariwisata halal di wilayah Indonesia Timur. Menurut penjelasannya, pariwisata halal memiliki prospek pengembangan yang tinggi. Terlebih, jika dibandingkan dengan negara muslim lainnya, pariwisata halal di Indonesia termasuk yang lebih unggul. Pada tahun 2019, Lombok, NTB mendapatkan penghargaan dari Global Muslim Travel Index sebagai daerah wisata yang ramah terhadap pelancong muslim. Meski demikian, Anna mengatakan bahwa regulasi terkait pariwisata halal di Indonesia masih lemah karena belum ada pedoman khusus yang mengaturnya.

“Jadi memang agak susah untuk kita mengatakan bahwa wisata halal sudah ada regulasinya, karena memang belum diatur di dalam regulasi kita,” ujar Anna dalam Sharia Fair. Selama ini, pariwisata halal di Indonesia masih berlandaskan pada UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Terkait lemahnya regulasi ini, Anna mengatakan pemerintah perlu membentuk regulasi yang secara khsusus mengatur tentang pariwisata halal.

Pariwisata halal pada dasarnya hampir sama dengan pariwisata pada umumnya. Hal yang membedakannya adalah pada sistem pengelolaan yang secara khusus dibuat untuk membantu dan memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi wisatawan muslim. Misalnya dengan menyediakan makanan yang halal, fasilitas salat yang lengkap mulai dari tempat wudu sampai arah kiblat dan perangkat salat. Meski demikian, Anna mengatakan bahwa pariwisata halal tidak hanya ditujukan kepada masyarakat muslim, tetapi kepada semua wisatawan. Hanya saja, wisatawan yang non-muslim tidak akan menemukan alkohol ataupun makanan yang mengandung babi atau anjing di tempat wisata halal tersebut.

“Pariwisata halal tidak mengubah objek wisatanya, yang berbeda hanya pelayanan yang berbasis ramah terhadap muslim saat berwisata,” kata Anna.

Dalam dialog publik ini, Anna juga menyampaikan bahwa ada usulan masyarakat terkait aturan menginap di hotel bagi yang bukan suami istri agar diatur dalam UU KUHP yang saat ini sedang direvisi DPR.

Hotel atau penginapan adalah komponen penting dalam sektor pariwisata. Berkaitan dengan hal ini, Anna mengatakan bahwa semoga usulan ini bisa terakomodir di dalam UU KUHP. “Mudah-mudahan ini bisa terakomodir agar tidak ada maksiat yang dilakukan di hotel,” tutur Anna. [Fara]

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News